Jambi, AP- Resuffle tahap II yang dilakukan Pemerintah Kota (Pemkot) Jambi Jumat(14/4) lalu, berbuntut panjang. Pejabat-pejabat yang dinonjobkan merasa tidak puas dan berencana menuntut Walikota Jambi, Arifien Manap. Keputusan Walikota, nomor 82.1/19/BKD/2008 tentang mutasi dan pengangkatan pejabat di lingkungan Pemkot itu dinilai tidak adil karena tidak sesuai dengan fakta yang ada.
‘’Kami berkumpul di sini, karena sama-sama ingin memperjuangkan nasib. Kami harus menentang keputusan Walikota yang semena-mena memutasi ini. emimpin yang dzolim tidak perlu diikuti apalagi dihormati,’’ ujar Ridwan, mantan Kasubbid Perijinan di Distako Jambi yang saat ini nonjob menjadi seorang staf di BKD Kota Jambi.
‘’Kami berkumpul di sini, karena sama-sama ingin memperjuangkan nasib. Kami harus menentang keputusan Walikota yang semena-mena memutasi ini. emimpin yang dzolim tidak perlu diikuti apalagi dihormati,’’ ujar Ridwan, mantan Kasubbid Perijinan di Distako Jambi yang saat ini nonjob menjadi seorang staf di BKD Kota Jambi.
Menurutnya, pejabat yang dinonjobkan ini termasuk dalam pejabat yang teladan serta pernah mendapatkan penghargaan atas kinerja mereka. Untuk itu mereka mempertanyakan kinerja mana yang menjadi tolak ukur seorang pemimpin untuk memutasi bawahannya.
‘’Apa yang menjadi tolak ukur seorang pemimpin dalam menilai kinerja kami. Jika dibilang menurun kenapa kami semua yang berada di sini masuk kategori teladan serta pernah mendapatkan penghargaan atas kinerja yang dilakukan. Katanya kami harus netral, tetapi kenapa kinerja yang dibawa-bawa, itukan tidak adil,’’ kata Ridwan.
Selain Ridwan, Masturo MM, mantan Kasubid penempatan dan produktivitas tenaga kerja pada Disnakerdukcapil juga menyampaikan aspirasinya. Dia juga merasa belum bisa menerima keputusan ini.
‘’Saat SK itu keluar saya sedang berada di Jakarta. Saya berangkat ke Jakarta untuk membawa program yang terobosannya sangat besar, dimana para penganguran serta korban PHK bisa mendapatkan lowongan pekerjaan lagi. Jadi kalau dikaitkan dengan kinerja saya tidak bisa terima. Atasan tidak boleh berlaku semena-mena. Tuhan akan marah jika umatnya didzolimi. Sekarang kami didzolimi dan akan menuntut Pak Walikota. Sampai kemanapun akan kami perjuangkan hak kami ini,’’ tegas Masturo yang saat ini menjadi staf di BKD serta dalam proses untuk kembali sebagai PNS di Unja.
Menurutnya, dia tidak peduli dengan dukung mendukung. Sebagai seorang PNS harus bersikap netral. Masalah nonjob seharusnya diberi surat peringatan ataupun teguran dulu. Bahkan yang lebih ironis, Masturo MM enggan untuk hengkang dari jabatan yang saat ini disandangnya. Bahkan secara lantang Masturo meminta sejumlah wartawan untuk menggaris bawahi ucapannya dan dimuat di media.
‘’Saya tidak merasa dinonjobkan, karena saya tidak merasa bersalah. Jadi saya tidak akan keluar. Para penguasa kedepan tidak boleh berlaku sewenang-wenang, karena ketika semua pejabat berlaku seperti ini akhirnya para pejabat akan menjadi koruptor semua, jangan kaitkan pekerjaan dengan urusan pribadi mereka, apalagi politik,’’ katanya,
seraya mendapatkan tepuk tangan dan dukungan dari rekan-rekannya. Selain itu dia juga menyuarakan mengenai fungsi dari KORPRI itu sendiri. Dimana selayaknya organisasi KORPRI membela nasib dan kesejahteraan anggotanya yang notabenenya PNS. ‘
’Apa guna kami menjadi anggota KORPRI. Setiap bulan dipotong, tapi fungsinya tidak ada. Terserah ketuanya siapa, tetapi yang saya pegang dan pandang adalah organisasinya. Apa guna organisasi itu dibentuk, jika tidak ada fungsinya. Bubarkan saja, tidak hanya KORPRI saja, tetapi kita punya Men PAN, jadi kami juga bisa mengadu ke sana. Inikan sudah melanggar HAM dan saat ini Komnas HAM ada. Tidak hanya PTUN saja langkah yang akan diambil tetapi dari semua cara yang sekiranya bisa membawa aspirasi dan memperjuangkan nasib kami yang ditindas ini,’’ ungkap Masturo lagi.
Tidak hanya Ridwan dan Masturo, pejabat-pejabat nonjob lainnya juga mengeluarkan aspirasi mereka seperti Wakil Kepala Dinas PDK Kota Jambi, Drs H Bachtarudin
. ‘’Saya ini dari tahun 1997 sudah jadi Waka di sana dan beberapa orang kepala telah datang silih berganti. Tetapi sejak kepala yang baru ini, saya seperti tidak mendapatkan tempat lagi. Jika kepala pergi, otomatis Waka yang naik, ini tidak, semuanya tidak pernah dikoordinasikan dengan saya. Saya hanya tinggal tunggu waktu saja, karena berdasarkan informasi yang saya dapat, saya masuk pada kloter selanjutnya,’’ ungkap Bachtarudin.
Tidak hanya mengeluhkan mengenai tidak ada kewenangan atas jabatan yang dipegang, Bachtarudin mengatakan, yang terjadi saat ini adalah Kepala Dinas PDK Kota Jambi berada di bawah pangkat yang dia sandang saat ini. ‘’Atasan seharusnya lebih tinggi pangkatnya dari bawahannya, tapi kenyataannya tidak contohnya kantor saya,’’ ujarnya.
Hal senada juga diungkapkan mantan Kabag Pemerintahan Pemkot Jambi, Obliyani yang menyatakan Walikota Jambi telah melakukan pembunuhan karakter terhadap bawahannya.
Mereka menilai Walikota Jambi juga tidak netral dalam posisinya saat ini dan menjelang Pilwako, karena dianggap Walikota sudah mendukung salah satu kandidat calon Walikota (Asnawi-Nuzul). ‘’Jika Pak Walikota mau bersikap netral pada Pilwako nanti maka kami juga siap untuk netral,’’ tegas Obliyani mantan Camat Teladan tingkat nasional itu.
Sementara itu, Walikota Jambi, Arifien Manap sendiri hanya menanggapi dingin rencana PTUN oleh pejabat yang dinonjobkannya. ‘’Biarkan saja. Itu hak mereka, biasalah kalau hal seperti ini. Ada yang senang dan ada yang sakit hati,’’ ujarnya. Menurutnya pemerintah akan tetap menjalankan tugasnya sebagaimana mestinya. Untuk mereka yang belum bisa terima itu bukan menjadi hambatan. Dia juga membantah jika hal ini berkaitan dengan politik. Tetapi saat Infojambi menceritakan secara gambalang terkait pernyataan para pejabat nonjob, Arifien sedikit kesal. ‘’Yang menilai itu mereka atau pimpinan. Kalau mereka yang menilai lalu apa fungsi saya sebagai pimpinan dan penilaian itu dari Baperjakat. Lagian itu hak saya untuk memindahkan mereka,’’ kata Arifien
Lalu mengenai pejabat yang tidak mau pindah, Arifien malah balik bertanya. ‘’Kenapa, Apa alasan mereka. Itukan sudah ada SK-nya. Kalau mereka berani menandatangani sesuatu surat yang bukan tugasnya, kami akan menuntutnya,’’ tegasnya.
Para pejabat yang nonjob tersebut mengadakan pertemuan guna menyatukan persepsi serta langkah selanjutnya terkait nonjob yang mereka terima. Pertemuan yang dimulai sekitar pukul 12.00 WIB ini dilakukan di Restoran Happy Family di Kelurahan Lebak Bandung. Menariknya, lokasi tersebut tidak hanya dijadikan ajang curahan hati sebagai ungkapan rasa kecewa dan tidak terima atas semua yang terjadi, tetapi juga menjadi lokasi untuk membahas strategi yang diambil guna mengadakan perlawanan atas keputusan yang mereka terima.dra